SURAT KECIL UNTUK CINTA (Part 3) END
“Surat
Kecil Untuk Cinta”
Cerpen sastra
Setelah shalat Isya Ais terduduk di bibir tempat tidur kamar. Ayah
dan ibu pergi ke solo, ke rumah nenek
setelah Ais di wisuda.
Sementara Ais harus tetap di Jogja
karena mengurus persiapan beasiswa ke Turki
juga menemani ustadzah Sayyida yang sedang ditinggal keluar kota. Ia buka kotak biru yang berpita
biru dari Nizam. Di dalamnya ada kotak kecil berwarna merah dan sepucuk surat
berwarna merah muda, ia buka
kotak kecil berwarna merah itu, betapa
terkejutnya ia kotak kecil
merah itu berisi cincin. Dengan segera ia buka sepucuk surat berwarna merah muda itu dan ia baca.
Jogja, 24 Agustus 2014
Teruntuk: Aisyah Al-Hamra
Assalaamu’alaikum Wr.wb.
Ba’da tahmid dan shalawat.
ana wa anti kulllu aam bikhair...........
(saya dan kamu setiap tahun dalam keadaan
baik)
Salam ukhuwah, Aisyah Al-Hamra .
Kayfa haaluki? (bagaimana kabarmu?)
Saya harap tetap baik-baik saja dan
semakin bersemangat untuk terus muhasabah
diri dan semangat dalam tholabul ‘ilmi.
Tidak panjang lebar Ais, saya ingin
membicarakan suatu hal dengan Ais.
Ais ada berapa hal yang harus Ais ketahui
sejak pertemuan yang tak terduga di tangga dan begitu seringnya bertemu
di pondok karena saya mengajar kelas Ais disana. Setiap malam saya selalu beristikharah panjang untuk meyakinkan hati ini. Dan dalam istikharah panjang itu, Allaah memantapkan hati saya, menjadikan Ais
sebagai ibu dari anak-anak saya nantinya.
Ais tahu kenapa saya tak pernah beri
isyarat apapun? Karena saya tak ingin Allaah murka dengan cara yang salah ketika menjemput
Ridha-Nya.
Ais, saya akan mengkhitbah Ais. Ais lihatkan kotak kecil berwarna merah dalam
kotak kado yang saya beri?
Saya beri Ais waktu satu Minggu untuk
berfikir dan beristikharah. Apapun hasilnya tolong Ais sampaikan kepada Pak
Burhanuddin. Sekali lagi saya tidak bermaksud apa-apa, saya hanya takut Allaah murka. Ais Pak Burhanuddin sudah saya percaya dalam hal ini.
Khusyukkan hatimu dalam istikharah panjangmu Ais. Karena
menikah adalah hal yang amat sangat disunahkan namun jika kita salah jalan
ketika menujunya justru murka yang kita dapat bukan Ridha-Nya. Menikah juga hal yang dipenuhi tanggung
jawab di dalamnya. Ais, istri adalah bunga di taman rumah tangga. Ia laksana
semilir angin lembut yang berhambur di cakrawala keluarga sehingga
menjadikannya taman yang elok nan asri. Istri pulalah yang nantinya menjadi “Madrasatul
Uula” (sekolah pertama) bagi putra-putri mereka.
Ais, menikah adalah Sunah Rasul yang sangat dianjurkan dan saya merasa
sudah mampu, maka nikah menjadi wajib hukumnya bagi saya.
Allah berfirman : “Dan kawinlah orang-orang
yang sendirian di antara kamu dan orang-orang yang layak (berkawin) dari
hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika
mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya, dan Allah Maha
Luas (Pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui. (QS. An-Nur (24): 32 )
Ais inilah Prakata saya.
Semoga Allaah menaungi langkah kita
Semoga Allaah mengiringi perjalanan hidup kita untuk tetap istiqamah di jalan-Nya. Hingga ajal datang merenggut
nyawa. Aamiin...
Jadilah engkau Bidadari surga teruntuk suamimu kelak Ais. Jadikan ia
pakaianmu dan engkau juga menjadi pakaian baginya.
Wassalaamu’alaikum Wr. Wb.
Washilah-mu
Nizamuddin
Surat
Kecil Untuk Cinta*
Berdesir hati Ais membaca sepucuk surat berwarna merah muda Nizam. Bahkan air mata tumpah membanjiri
parasnya. Betapa tidak? Sosok
yang Ais kagumi dalam diam, ia datang menghampiri. Segera Ais bersujud syukur dengan linangan air mata
bahagia. Ia letakkan surat di atas meja dan bergegas
berwudhu kemudian shalat dua rakaat. Dalam sujud terakhirnya ia hayati dengan dalam. Dalam doanya ia haturkan ribuan kali syukur dan terima kasih kepada Allaah ta’aalaa karena telah
mengirimkan washilah yang luar biasa yang akan berjuang bersama menuju mardhaatillaah. Setelah ia
tunaikan shalat segera ia berlari menuju ustadzah Sayyida yang sedang membaca
buku di ruang tengah.
“Ustadzah..”
Sembari Ais memeluk ustadzah diiringi isak tangis.
“Kenapa,
Nak?” Ustadzah bingung melihat Ais yang menangis.
Ustadzah
merebut kertas ditagan Ais. Membaca surat dari Nizam.
“Allaahu Akbar.. Alhamdulillaah… Baarakallaah
Nak.” Ustadzah juga hujan tangis.
****
Dalam waktu seminggu, ia diskusikan perkara beasiswa S2 di Turki dan ia jelaskan bahwa Nizam akan segera mengkhitbahnya. Ais jelaskan siapakah sosoknya yang sebenarnya. “Ayah dan Ibu, mas Nizam adalah mahasiswa pascasarjana di UIN Sunan Kalijaga
dan telah lulus tahun ini. Sama seperti Ais, ia juga melanjutkan studi ke
jenjang S3 di Turki. Selama menjalani kuliah di pascasarjana. Ia juga menjadi
asisten dosen di Prodi S1 di UIN Sunan Kalijaga. Ia juga menjadi asisten dosen
di Prodi S2 di pascasarjana. Satu hal yang harus ayah dan ibu ketahui Mas Nizam tinggal di Pondok Pesantren Krapyak (Al-Munawir) sebagai Ustadz di sana
sama seperti ustadz Burhanuddin dosen Ais, ia juga ustadz di pondok
Wahid Hasyim tempat Ais mondok.”
Tutur Ais panjang lebar.
Ia jelaskan semuanya dengan gamblang dan
panjang lebar tentang Nizam yang ia dapat infonya dari Ustadzah Sayyida dan pak Burhanuddin, dosennya.
Melalui istikharah panjang setiap malam, ia taukidkan (kuatkan) hatinya. Menjadikan Nizam imam di keluarga kecilnya.
****
Dua September 2014 Nizam dan keluarganya dari
Lampung bersilaturahmi ke kediaman Ais di Jantho, Aceh Besar. Tak lain dan tak bukan ini adalah prosesi
khitbah.
Setelah itu kedua belah pihak menentukan kapan walimatul ‘ursy-nya
dan hal-hal lain yang berhubungan dengan
walimatul ‘ursy. Tiga hari berdiskusi, keputusan pun sudah didapati.
Nizam dan keluarganya pun kembali ke Lampung.
“Assalaamu’alaikum, Ais. Sujudilah
cintamu. Jadilah engkau bidadari surgaku. Jadilah engkau zaujatii yang kan berjuang bersama
menggapai Ridha-Nya. Sampai
bertemu di walimatul ‘ursy yaa zaujatii, habibatii anti.” Pesan Nizam ke ponsel Ais.
“Wa’alaikumussalaam. In syaa Allaah. Bi
idznillaah (dengan izin Allah) hati-hati dijalan yaa zaujii” pesan
balasan Ais ke ponsel Nizam.
****
Di bawah naungan rumah Allaah yang suci dan di depan para saksi, ijab
qabul yang sangat sakral pun berlangsung.
Ais mengenakan gamis berwarna putih dan dibalut kerudung putih
yang bermotif perak. Nizam dengan setelan jazz hitamnya disertai peci.
Ais duduk ditemani Ibunya, menyaksikan Nizam yang akan ijab qabul di depan penghulu
dan ayahnya yang disaksikan oleh para saksi dan masyarakat sekitar. Ini membuat hati Ais berdesir dan gugup. Prosesi ijab
qabul pun dilaksanakan dengan mahar ‘kupinang engkau dengan
hafalan Al-Qur’an 30 juz’ itulah mahar cinta yang diberikan Nizam kepada Ais. Ijab qabul berlangsung dengan baik pada Minggu
8 September 2014.
Usai Ijab Qabul, Ais raih tangan Nizam kemudian ia kecup. Ada rasa lega sekaligus bahagia
yang tiada tara di hati Ais. Nizam kecup kening Ais dengan tulusnya. “Ais, kita sudah halal”
kata Nizam dengan penuh kelembutan
diiringi senyuman. Ais hanya
bisa tersenyum, luapan kebahagiaan yang
saya rasakan tidak bisa ia
ucapkan lagi dengan kata-kata.
Senin 9
September 2014, walimatul
‘ursy berlangsung. Para tamu undangan hadir, tak luput pula para ustadz dan
ustadzah ketika Ais mondok di
Medan juga hadir. Karena jarak yang cukup jauh, para dosen di UIN Jogja seperti
pak Burhanuddin tidak bisa menghadiri walimatul
‘ursy Nizam dan Ais. Sehingga
Nizam memiliki inisiatif akan mengadakan syukuran atas pernikahan mereka ketika di Jogja nanti. Sehingga tak hanya dosen
tetapi teman mondok dan para asatidz Nizam juga bisa hadir, yang dari Pondok Modern Darussalam Gontor (PMDG) Jawa
Timur, pondok Al-Munawwir Krapyak Yogyakarta serta Pondok Wahid
Hasyim Yogyakarta.
“Baarakallaahu lakumaa wa baaraka ‘alaikumaa wa jama’a bainakumaa fii khair” ucap ustadzah Aimunah dengan senyum dan
merangkul Ais. Beliau adalah
salah satu ustadzah Ais
dipondok Medan yang dekat
dengan Aisa. “syukraan katsiiraan ustadzah” jawab Ais.
****
Sabtu 14
September 2014, waktu di mana Nizam dan Ais harus melanglang buana ke Turki untuk
menempuh studi. Mereka
berpamitan dengan keluarga yang mengantar sampai bandara Soekarno-Hatta
Jakarta. Mereka lambaikan tangan dari pintu pesawat. Keluarga
dari Aceh dan keluarga dari
Lampung yang pasti akan dirindukan.
“Ais, ini adalah perjuangan awal kita.
Apapun dan bagaimanapun nanti ‘Laa Tahzan wa laa takhaf yaa zaujatii, karena abang selalu ada di hati
Ais. Kita hadapi semua bersama.” Tegas Nizam sembari menggenggam kedua tangan Ais dan mengecupnya ketika mereka duduk di dalam pesawat. “Selama ada abang
di hati Ais, Ais tidak akan sedih dan takut bang” jawab Ais sembari menyandarkan kepala di bahu Nizam.
Sosok yang dahulu dipanggil ‘Mas’ olehnya.
TURKI, bukan hanya tempat mereka studi. Ia juga menjadi tempat berbulan madu juga
tempat yang akan menjadi saksi hidup untuk Nizam dan Ais. mereka memiliki selaksa mimpi yang sama yang akan mereka perjuangkan
bersama. Dan bisa kembali ke negeri tercinta dengan membawa ribuan ilmu yang mereka persembahkan untuk Indonesia. Terutama untuk
keluarga di Aceh dan di Lampung.
****
Kala itu, bahkan sampai detik ini Ais merasa menjadi wanita paling bahagia karena
memiliki suami seperti Nizam. Sosoknya yang shaleh, tampan, hafidz Qur’an 30 Juz, cerdas, dan
tegas tapi penyayang membuat dirinya merasa amat sangat beruntung
bersanding dengan Nizam. Tak
terduga sosok yang hanya bisa Ais kagumi dalam diam ketika kuliah di UIN Sunan Kalijaga kini ia menjadi suaminya.
Dan detik ini, mereka menjejakkan kaki di ranah yang sama. “TURKI”. Ilmu perpustakaan S2 yang harus
Ais tempuh dan Islamic Studies S3 yang harus Nizam tempuh.
****
Kotak kado berpita biru yang berisi sepucuk surat berwarna merah jambu dan
kotak kecil berwarna merah yang berisi cincin. Itu menjadi kenangan yang tak
terlupakan. Kenangan yang menjadi washilah ketika Allaah menyatukan mereka dengan Ridha-Nya.
“Surat kecil untuk cinta” itulah kata
Nizam ketika Ais tanya
tentang sepucuk surat berwarna merah muda yang Nizam berikan di hari wisuda Ais waktu lalu.
TAMAT
Semoga kisah ini mampu menginspirasi untuk terus istiqamah menjaga hati, menjaga pandangan, menjaga lisan, menjaga perbuatan, menjaga semuanya.
Yakinlah, bahwa Allaah tahu yang terbaik untuk hambanya.
Tugas kita sebagai hamba hanya beribadah, berusaha, berdoa dan bertawakkal kepada Allaah tanpa melupakan mu'amalah ma'aAllaah dan mu'amalah ma'annas.
Sebaik-baik umat adalah yang bermanfaat untuk yang lainnya.
Semoga secuil kisah ini mampu menginspirasi.
Aamiin....
Di penghujung kisah ini, ia terbungkus rapi ditemani alunan merdu Syaikh Mishaary Rashid Al-'Afaasi surat Ar-Rahman..
"Maka nikmat Tuhanmu yang mana lagi yang kamu dustakan."
Kota Pelajar
Yogyakarta 20 Juli 2014
23 Ramadhan 1435 H
Komentar
Posting Komentar