Ada Cinta di Pesantren...

Rindu yang Tak Bertepi…
“…….Hanya dengan mendengar celotehmu, hatiku mengharu biru menahan rasa rindu yang bergemuruh dalam kalbu. Hanya dengan menatap parasmu melalui album fhoto yang tersimpan dalam laptopku, butiran bening mulai menitik dari dua bola mataku. Dan hanya dengan terus mengingat kenangan manis bersamamu, aku sadar, bahwa betapa banyak orang yang sangat mencintaiku dan kucintai. Sayang adik kelas……..”
Photo by Mr. Google


Jogja-ku melarut, meski tanpa bintang gemintang. Juga tanpa bulan yang kadang menjadi temaram planet bumi sebagai penerang. Gulita, hanya berselimut angin yang sesekali menyentuh pepohonan juga suara jarum jam yang terus berputar menimbulkan dentingan suara yang indah, menurutku. Ya, setidaknya menjadi pemerdu indra pendengarku disamping mendengarkan Murattal Syaikh Mishary Rashid al-‘Afasy, Syaikh Fahd al-Kandery, ataupun lagu kebangsaan yang menjadi favoritku.

Sekilas kutatap fhoto pesantren tercinta yang tertempel didinding kamarku. Hanya dengan menatapnya, maka pikiranku akan menerawang jauh pada slide-slide kenangan manis ketika menjadi santri. Tentang buya, ustadz, umi, kakak, adik-adik kelas, dan hal lainnya. Suntikan motivasi kudapat lagi. Kembali jari-jari mungilku mengetik keyboard laptop, sambil sesekali membolak-balik buku tentang kajian ilmiah bidang perpustakaan.

Ting.. Ting.. Ding.. Dung.. Ting.. Ting.. Ding.. Dung.. Ting.. Ting.. Ding.. Dung..

Suara ponselku berdering. Tanda panggilan masuk. Segera kuraih ponsel yang berada tepat disamping laptopku. Suara dikejauhan menjawab salamku dengan kelembutan. Sayang adik kelas. Hehe 

Yah, meski tanpa gemintang, bulan, dan hidangan langit lainnya, malam ini tetaplah indah. Indah, karena kulalui malam ini dengan bercengkerama bersama salah seorang adik kelasku.

Kami rindu kali kak, sama kakak.” Kata itu selalu terucap setiap kali mereka menelfonku. Jika saja mereka tahu, kata-kata itu membuat hatiku sesak musabab rindu yang bersemayam dalam relung hatiku. Tentu saja aku merindukan mereka. Adik kelasku, adik didikku, adik yang selalu berbagi cerita ditengah-tengah menyetor hafalan, adik yang selalu patuh dengan nasehatku, adik yang selalu meminta saranku, adik yang sesungguhnya menjadikanku untuk terus lebih bijak. Yah, sayang adik kelasku nan jauh disana, di pesantren modern Al-Kautsar Al-Akbar, Medan, Sumatra Utara. Semoga selalu istiqamah menjadi “the real santri “ adikku. Dan hati selalu dipenuhi kecintaan akan iman, islam, ketaatan, bacaan Al-Qur’an, dan segala hal yang mendekatkan kita kepada surga Allah. Aamiin…

Allahumma habbib fii quluubinal iman wal islam wat tha’ah wa qira’atal qur’an wa jami’a maa yuqarribuna ilal jannah min qaulin au ‘amalin wa karrih fii quluubinal kufra wal fusuqa was syirka wa jami’al ma’ashi wa maa yuqarribuna ilan naar min qaulin au ‘amalin waj’alna minarrasyidin.”

Malam yang indah ini. Kami memperbincangkan banyak hal, tentang keadaan pesantren, buya, ustadz, umi, dan yang lainnya. Ia juga bercerita tentang seorang adik kelasnya yang membuat hatinya tersentuh. Ya, kuakui, adik kelasku yang satu memiliki hati yang lembut dan mudah tersentuh dengan segala hal yang menampakkan perangai tentang kecintaan pada Allah dan utusan-Nya. Ia kagum pada salah seorang santri yang begitu giat dan istiqamah dalam belajar. Ia memperhatikan santri itu tak lelah dalam mengemban amanah sebagai qismul lughah (bagian bahasa), juga kegigihannya dalam mengikuti program tahfidzul Qur’an. Aku yang mendengar hanya berdecak kagum. Tentu saja aku merasa bangga dan bercampur haru. Merekalah generasi muda Qur’ani yang berjalan dijalan Allah.

“Ketahuilah, Dik. Aku bangga punya kalian.” Batinku.

Kembali ke adik kelasku. Mereka itu laksana mutiara yang berkilau, menurutku. Canda mereka, celoteh mereka, tawa mereka, semua itu membuat aku rindu saat jarak sudah menjadi raja ditengah-tengah hati kami. Hanya via handphone, kami saling berbagi cerita. Itu pun kuakui lebih sering mereka yang menghubungi. Entahlah, kesibukan apa yang menyita waktuku. Hehe

Namun, mereka seakan tahu saja keadaanku. Dengan mereka sering menghubungiku. Dan dengan kata haru yang tak pernah absen dan membuatku semakin merindu, “Kami rindu kali sama kak Rima.” Oh adik, jika saja kalian tahu, airmataku tentu saja meleleh mendengar kata tulus kalian.

Adikku, jadilah kalian laksana mutiara yang kan semakin membuat cantik pesantren kita dengan akhlaq, ilmu dan prestasi kalian. Jadilah santri yang berkarakter, memegang tegus prinsip santri yang sudah terpatri dalam hati. Jangan pernah gentar untuk maju menjadi pemenang dan jangan pernah terjatuh hanya karena kerikil kecil yang coba menjatuhkan kalian. Teruslah asah potensi diri kalian yang berlandaskan Al-Qur’an dan as-Sunnah. Karena aku, kamu, kita adalah santri sejati.

Huffttt… Meski secara kasat mata kami berjauhan, namun kalian selalu dekat disini, ya dihati ini. Meski hanya via telephon aku selalu berusaha menyemangati juga menasehati kalian. Mungkin aku terkesan cerewet, namun ketahuilah adikku, itu hanyalah bentuk kekhawatiranku pada kalian. Tentu saja aku sangat mengkhawatirkan kalian. Kata yang selalu kuumbar adalah semata-mata agar kalian tetap istiqamah menjadi mutiara.

Selain kecerewetan, doa-lah yang mampu kuuntai agar Tuhan selalu merangkul kalian. Mendekap kalian lebih dekat supaya tetap berjalan dengan mengingat-Nya.

Adikku, Dika, Eka, Fia, Fifah, Heni, dan yang lainnya semoga kalian tetap istiqamah dalam menghafal Al-Qur’an dan disukseskan dalam Ujian Nasional tingkat tsanawiyah. Juga adikku, Anah dan Eka semoga selalu di-istiqamah-kan dalam segala kebaikan, menjadi santri yang berkarakter, dan selalu ingat, “With Allah everything gonna be okey.” Ma’an najah. Semoga dipermudah menuju ke bangku kuliah. Aamiin..

Salam rindu.. Salam hangat.. Salam peluk dari jauh. Untuk adik-adikku di Pesantren Modern Al-Kautsar Al-Akbar Medan, Sumatra Utara. :)

15 April 2015, Yogyakarta.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Grojokan Sewu: Tawangmangu

Untukmu Lelaki Hebatku, Terimakasih untuk Semua Rasa Cemburu yang Kau Berikan.

Kembali ke Blitar; Aku Datang….