MAHKOTA AKHIRAT UNTUK AYAH DAN IBU
Assalaamu’alaikum Warahmatullaahi
Wabarakaatuh….
Alhamdulillaah wasshalaatu wassalaamu
‘ala rasuulil amiin wa ‘ala aalihi washahbihi ajma’iin…
Generasi Qur’ani
Gedung Pondok Pesantren Al-Kautsar Al-Akbar, Medan, Sumatra Utara. tampak dari belakang |
Hidup
dalam lingkungan pondok pesantren memberikan kesan dan pesan yang luar biasa.
Salah satunya adalah dipertemukan dengan sosok yang luar biasa: Buya (Pimpinan
pesantren), ustadz dan ustadzah, staff pekerja yang tak kan bisa disebut satu
persatu, teman-teman baru, lingkungan baru dll. Semuanya serba baru tetapi
sangat berkesan.
Selama
pembelajaran banyak hal yang didapat baik dari segi ilmu keislaman serta ilmu
umum. Bukankah dunia menjadi jalan najjah
di akhirat nanti jika ditempuh dengan jalan yang benar dan halal? Prinsip
pribadi ialah genggam dunia di tangan, hujamkan akhirat dalam hati. Karena
terkadang banyak yang lupa akan akhirat ketika sudah tenggelam dalam kesenangan
dunia yang hanya bersifat sementara. Dalam Kitab
Al-Waafii karya Imam Nawawi dijelaskan bahwa,: “ Dari Ibnu Umar Radhiyallaahu ‘anhumaa berkata; Suatu saat Rasulullaah
Shalallaahu ‘alaihi Wassalaam memegang pundakku sembari bersabda, “Jadilah
engkau di dunia ini seakan-akan orang asing atau pengembara.” Selanjutnya
Ibnu Umar Radhiyallaahu ‘anhumaa berkata,” jika engkau di waktu sore janganlah
menunggu pagi hari, jika engkau di waktu pagi, janganlah engkau menunggu sore
hari. Pergunakan waktu sehatmu sebelum sakitmu dan pergunakanlah waktu hidupmu
sebelum matimu.”(Riwayat Al-Bukhari). Hadits ini diriwayatkan Al-Bukhari dalam
kitab: Ar-Riqaq, Bab: sabda Nabi:
Jadilah kamu didunia seakan-akan orang asing…”
Maka,
seorang mukmin yang diibaratkan seperti orang asing atau pengembara, ia tak
akan betah di dalamnya, ia tidak sibuk dengan perhiasannya dan tidak tertipu
dengan kesenangannya. Dia bukan orang yang sibuk meraih dunia tetapi dunia
baginya adalah hanya tempat untuk melintas menuju ke tempat yang kekal abadi.
Seorang muslim senantiasa ingat bahwa ia di dunia hanya seperti seorang
pengembara yang jauh dari negerinya sendiri, jauh dari keluarga. Maka ia akan
selalu rindu kepada negeri dan keluarganya meskipun ia lama tinggal di negeri
asing tersebut. Dunia hanyalah sekejap
bila dibandingkan dengan akhirat. “Padahal
kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) di akhirat
hanyalah sedikit.”(At-Taubah: 38).
Dalam
mengarungi samudra ilmu di pondok pesantren banyak hal yang tak terduga.
Hidayah Allaah menyapa begitu hangat. Sungguh indahnya hidup di lingkungan
sosok-sosok yang luar biasa. Manisnya keimanan sangat terasa dengan ukhuwah islamiyyah karena Allaah semata.
Hidup
di lingkungan pondok untuk belajar-beramal-mengajar. Berdakwah dengan berbagai
bentuk. Dan setiap santri punya khasnya masing-masing. Teringat, waktu itu
ketika duduk di bangku kelas 5 (setara dengan kelas 2 SMA) jabatan Qismul
Ibadah dan Qismul Lughah di amanahkan kepadaku. Tak hanya fokus terhadap thalabul ‘ilmi sendiri tetapi ada juga
yang namanya ‘pengabdian’ waktu itu. Salah satunya menyimak bacaan Al-Qur’an
santri putri setiap ba’da maghrib dan
jika sudah membaca wirid hadad
berjamaah. Setelah mereka selesai setor bacaan Al-Qur’an maka dilanjut dengan
setoran hafalan mereka. Biasanya ketika selesai menyetor, akan ada sharing keilmuan dan bahkan yang
bersifat pribadi dari mereka. Moment yang
paling ngangenin sekarang ini ketika
berbagi semangat dengan mereka para genarasi Qur’ani. Semangat mereka menjadi
hafidzah membuat bangga sekaligus mengharu biru. Karena ditengah-tengan ke-modern-an
era sekarang ini, masih ada pejuang-pejuang Allaah yang menghujamkan Ayatullaah
dalam dada mereka.
Suatu
malam, seperti rutinitas biasanya. Ketika sharing
ada gadis kecil nan cantik jelita baik paras maupun akhlaqnya ia salah seorang
santriwati yang sedang duduk di bangku kelas satu Tsanawiyyah (setara satu SMP)
ia bertanya kepadaku: “Ukhti, bagaimana
supaya hafalan yang sudah ada tetap terjaga dan bisa segera hufadz 30 juz? Karena
ada yang pernah berkata. Jika kita menghafal Al-Qur’an 30 juz maka kita akan
masuk surga Allaah dan boleh mengajak orang yang kita cintai ikut masuk surga
bersama kita. Ana ingin Ayah dan Ibu
masuk surga dengan hafalan Al-Qur’an ana, Ukhti.” Subhaanallaah, hati siapa
yang tak kan tersentuh. Di usianya yang masih anak-anak ia sudah berpikir
sedemikian rupa. Bahkan aku sendiri merasa disadarkan dengan pertanyaan gadis
cilik itu. Maka dengan ketulusan dan kesungguhan hati kujawab pertanyaan
tersebut. Bahwa untuk menjaga hafalan Al-Qur’an haruslah sering dimurajaah (diulang), dalam shalat sunnah bisa
juga sembari mengulang ayat yang sudah dihafal. Ketika hendak mengkhatamkan 30
juz, maka harus rajin menghafal dan mengulang karena ujian terberat ketika
menjaga dan hendak menambah hafalan adalah mengulang hafalan tersebut. Disamping
juga harus menjaga lahir dan batin dari hal-hal yang dilarang Allaah. Karena maksiat
kepada Allaah akan merusak hafalan Al-Qur’an. Dan yang paling penting juga
niatkan semuanya karena Allaah, serta pengamalan kandungan Ayat Al-Qur’an yang
sudah dihafal dalam keseharian. Karena Al-Qur’an adalah pedoman yakni petunjuk
bagi umat sampai kapanpun.
Alangkah
indahnya hidup kita, bila kita tidak hanya sekedar bisa membaca Al Quran,
tetapi juga menghafalnya dan mengamalkannya. Banyak hadits Rasulullaah yang
mendorong untuk menghafal Al-Qur’an atau membacanya di luar kepala, sehingga
hati seorang individu muslim tidak kosong dari sesuatu bagian dari kitab Allaah.
Seperti dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas “Orang yang tidak
mempunyai hafalan Al-Qur’an sedikit pun adalah seperti rumah kumuh yang mau
runtuh (HR. Tirmidzi).
Dari
Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullaah Shalallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Penghafal Al-Quran akan datang pada hari kiamat, kemudian Al-Quran akan
berkata: Wahai Tuhanku, bebaskanlah dia, kemudian orang itu dipakaikan mahkota
karamah (kehormatan), Al-Quran kembali meminta: Wahai Tuhanku tambahkanlah,
maka orang itu dipakaikan jubah karamah. Kemudian Al-Quran memohon lagi: Wahai
Tuhanku ridhailah dia, maka Allaah meridhainya. Dan diperintahkan kepada orang
itu, bacalah dan teruslah naiki (derajat-derajat surga), dan Allaah menambahkan
dari setiap ayat yang dibacanya tambahan nikmat dan kebaikan” (HR.
Tirmidzi, hadits hasan {2916}, Inu Khuzaimah, Al Hakim, ia menilainya hadits
shahih).
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ
النَّبِيُّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم :
بِئسَمَا لِأَحَدِهِمْ أَنْ يَقُولَ: نَسِيتُ آيَةَ
كَيْتَ وَكَيْتَ، بَلْ نُسِّيَ. وَاسْتَذْكِرُوا الْقُرْآنَ فَإِنَّهُ أَشَدُّ
تَفَصِّيًا مِنْ صُدُورِ الرِّجَالِ مِنْ النَّعَمِ.
متفق عليه
Abdullaah ra
berkata:Rasulullaah bersabda: Buruk sekali orang yang berkata : Aku lupa ayat
ini dan ayat itu, akan tetapi (katakanlah) aku terlupakan. Dan (untuk itu) bermuzakarah
(mengingat-ingat) Al-Qur’an-lah kalian, sesungguhnya Al-Qur’an itu lebih mudah
terlepas dari dada seseorang daripada binatang ternak [Hadis sahih,
diriwayatkan oleh al-Bukhari (hadis no 4644 dan 4651) dan Muslim (hadis no.
1314-1317). Selain al-Bukhari dan Muslim, hadis ini juga diriwayatkan oleh
al-Tirmizi (hadis no. 2466), al-Nasa'i (hadis no.934), dan al-Darimi (hadis no.
2627)].
Ada santriwati
lain yang juga kadang mulai menurun semangatnya dalam menghafal Al-Qur’an. Jadwal
yang seakan tiada henti selama 24 jam terkadang membuat mereka lelah. Namun, inilah
perjuangan para Thalabul ‘Ilmi. Yang menarik
mereka bisa langsung membenahi niat sehingga dalam menghafal A-Qur’an dan
belajar merek menjadi lebih menikmati proses tersebut.
Pesan teruntuk
adik didikku dikejauhan: “Tetap Istiqamah dan jangan pernah kenal lelah untuk
berbuat baik salah satunya menuntut ilmu, mengahafal Al-Qur’an, dll. Nikmati masa-masa
di Pondok Pesantren. Ketika kalian sudah selesai maka bawalah nama santri
walaupun kalian sudah tak di Pondok Peantren lagi.”
Wassalaamu'alaikum warahmatullaahi wabaraaktuh....
Komentar
Posting Komentar