SURAT KECIL UNTUK CINTA (Part 1)




“Surat Kecil Untuk Cinta”
Cerpen sastra

            
         Jam satu siang. Langit Jogja biru terang. Matahari yang condong ke barat bagai memijarkan lidah-lidah api di petala langit. Hawa panas ini menjajah seantero kota, mencengkeram apa saja yang berani menantang pijar alam. Pelataran masjid UIN Sunan Kalijaga yang cukup nyaman  jika untuk bersantai khususnya bagi para mahasiswa, biasa membuat mereka lesehan di pelataran  masjid yang agak terpisah dengan masjid sehingga angin yang sepoi-sepoi cukup menyemilirkan waktu santai mereka.
Di dalam masjid suasananya tak jauh berbeda. Hawa panas sama sekali tak menjamahnya. Yang terasa adalah kesejukan, keamanan dan kedamaian. Disana-sini hamba-hamba Allah beribadah, shalat membaca al-Qur’an dan halaqah. Ketenteraman surgawi benar-benar hadir di dalam masjid UIN Sunan Kalijaga ini.

****
Jadwal mata kuliah hari ini selesai pukul satu siang. Mau tak mau Ais shalat dzuhur agak telat. Ais keluar dari kelas terburu-buru karena kebetulan kelas ada di lantai empat. Ketika di tangga buku-buku  yang lumayan banyak terjatuh dari tangannya. Terbayang betapa gugupnya. Dan langsung dengan segera ia memunguti buku-buku yang berserakan. Ia terkaget dan ia tatap lekat-lekat tangan yang memunguti buku-bukunya dan segera palingkan pandangan ke paras pemilik tangan itu. Ia menyunggingkan seulas senyum dan berkata, “lain kali hati-hati ya dek..” sambil memberikan buku yang ia pungut dari tangga. Tanpa basa-basi Ais sunggingkan senyum sembari berterimakasih, “makasih ya kak”. Ia hanya tersenyum dan melanjutkan langkahnya menuju lantai empat. Dengan segera Ais turuni tangga dan bergegas menuju masjid UIN Sunan Kalijaga. Karena jarak fakultas dan masjid tidak terlalu jauh itu cukup memudahkan ia menjangkaunya.
Ada rasa nyaman dan damai ketika kakinya menjejak di dalam masjid. Suasana seperti itu yang selalu membuat hatinya merindu untuk terus bercinta dengan Sang Khaliq di masjid UIN Sunan Kalijaga.
Usai mengerjakan shalat, ia  gunakan waktu untuk mengadu sepuas-puasnya kepada Allah ta’aalaa. Tanpa sadar air matanya berkucuran, dada sesak oleh isak tangis, hati berselimut haru dan pengharapan. Ia haturkan satu pinta, “Yaa Allaah, Izinkanlah diri ini melalangbuana lebih jauh lagi”. Harapannya adalah ingin sekali melanjutkan studi S2 ke Turki dan S3 ke Kanada. Usai mengadu kepada-Nya ia sempatkan untuk kembali bersujud dengan penghayatan yang sangat dalam. Setelah itu ia bergegas melipat mukena dan keluar dari masjid untuk masuk kelas lagi.
Betapa terkejutnya ia ketika tiba di kelas. Sosok yang tadi membantu memunguti buku-buku yang terjatuh di tangga, ia duduk manis di meja dosen. Ia masuk sembari mengucap salam dan lekas duduk di barisan terdepan yang masih kosong, dalam hati ia membela, “Saya tidak telat kok, masih ada 15 menit lagi”.
Kuliahpun berlangsung, ia memperkenalkan diri, “Nama saya Nizamuddin, biasa di sapa Nizam, saya masih kuliah S2 semester akhir di Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga di Prodi Interdisciplinary Islamic Studies. Kebetulan Bapak Burhanuddin tidak masuk hari ini karena beliau sakit dan meminta saya untuk menggantikan beliau sementara waktu, saya rasa perkenalan cukup”. Tegasnya sembari tersenyum. Tanpa ba-bi-bu ia pun mulai mengajar mata kuliah Al-Qur’an Hadist. Sejauh ini sosoknya terkesan sangat disiplin, tegas namun santun dan murah senyum. Selama mengajar banyak pengetahuan baru yang kami tidak ketahui, ini membuat kami para mahasiswa sangat antusias diajar oleh kak Nizam.

***
Adzan isya mengalun merdu dari masjid di dekat  kos Ais. Entahlah hari ini ia merasa cukup kelelahan. Akibatnya ba’da maghrib (setelah  maghrib) hanya ia gunakan untuk membaca wirid hadad dan membaca Al-Qur’an. Tugas kuliahpun ia biarkan tak terjamah. Sambil rebahan ia hayati alunan adzan yang berkumandang. Ada rasa haru yang menyelimuti, tiba-tiba ia merindukan bapak dan ibu di kampung. Dadanya sesak oleh isak tangis. Terbayang paras bapak dan  ibu yang semakin keriput. Rambut yang dulu hitam kelam kini mulai memutih. Terbayang senyum bapak dan ibu di iringi tangis ketika melepas ia melalangbuana ke Jogja. Tak lupa ribuan petuah pun bapak dan ibu bekalkan. Paras itu yang selalu memberi semangat ketika dirinya mulai lelah dan menyerah. Alunan adzan pun usai tanpa sadar air matanya berkucuran dengan derasnya menghujani pipi. Satu pinta dalam hati, “Bapak dan Ibu, uhibbukum  fiillaah” (Bapak dan Ibu, saya mencintai kalian karena Allaah). Ia panjatkan doa setelah adzan dan bergegas mengambil air wudhu. Ia kerjakan shalat isya lebih lama dari biasanya, ada rasa pilu yang  sangat dalam di hati. Ia sangat merindukan Bapak dan Ibu, usai shalat ia sempatkan  membaca Al-Qur’an ketika tiba pada ayat, “Quu anfusikum wa ahlikum naaraa” (peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka), Qs. At-Tahrim: 6. Berdesir hatinya membacanya. Ada tanggung jawab yang belum ia tuntaskan dalam ayat itu. Cukup lama ia mentadabburi ayat itu. Ketika sampai akhir ayat, ia tutup Al-Qur’an kesayangannya, ia kecup dan  peluk dalam dada. Usai membaca Al-Qur’an segera ia rebahkan badan di tempat tidur. Hari ini cukup melelahkan membuat ia tidur lebih awal dari biasanya. Ia tatap langit-langit kamar yang berwarna putih lekat-lekat. Dalam khayal ia lukiskan dua negara itu dalam peta. Turki dan Kanada. Rasa lelah ini adalah perjuangan dan kerja keras yang harus terbayar dengan mendapatkan study beasiswa kedua negara itu. Itulah tekadnya. Ia panjatkan doa dan  membiarkan matanya terpejam, melanglangbuana ke alam mimpi.
Esoknya ia bergegas menuju pondok pesantren Wahid Hasyim, mengurus pendaftaran santri untuk mahasiswa. Dengan membawa persyaratan Kartu Keluarga serta Fhoto 3x4 ia pergi ke pondok ditemani fatimah, sahabatnya.
Memasuki pelataran pondok pesantren ia ditatapkan dengan para santri bersarung dan berpeci rapi serta para santriwati yang berkerudung sesuai syar'i.
"Assalaamu'alaikum.." Sapa seorang santriwati sembari menyalami ketika Ais dan Fatimah berada dipelataran.
"Wa'alaikumus salaam.." Jawab mereka serempak.
"Nyuwun sewu (Bahasa Jawa) mbak, ada yang bisa dibantu?"
"Iya mbak, ada keperluan untuk pendaftaran santri khusus mahasiswa."
"Oh, nggeh (Iya). Mari saya antar ke kantor saja."
Setelah selesai mengurus pendaftaran, segera ia bergegas pulang ke kosnya. Namun di parkiran ketika Ais sedang mengambil motor bersama fatimah, mereka bertemu dengan seseorang.
"Nyuwun sewu.. daftar santri?" Tanyanya.
"Iya..." Jawab Ais singkat.
"Yang mau daftar sinten (Siapa)?"
"Saya.." Jawab Ais...

Bersambung....

Kota Pelajar 
Yogyakarta, 29 Juni 2014
2 Ramadhaan 1345 H

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Untukmu Lelaki Hebatku, Terimakasih untuk Semua Rasa Cemburu yang Kau Berikan.

Grojokan Sewu: Tawangmangu

Kembali ke Blitar; Aku Datang….