Sowan Budaya Jogja
Nol KM dan Taman Budaya
“Jogja kau adalah kota pelajar, kota
seni, kota budaya, kota sastra, kota wisata, kota gudeg, dan kota yang begitu Istimewa”.
Prajurit masa kerajaan di Abad modern :) |
-- Kota pelajar, tampak dari banyaknya universitas, sekolah, perpustakaan, seminar
dan kegiatan-kegiatan pendidikan yang melimpah ruah di Jogja.
-- Kota seni, tampak dari banyaknya karya-karya anak bangsa atau pun hasil seni
warga Jogja yang menjadi icon kota
Jogja. Di Jogja pula lah terlahir banyak seniman-seniman yang luar biasa.
-- Kota budaya, tampak dari berbagai event
yang seperti tak ada habisnya di Jogja. Sekaten, festival budaya, pagelaran seni, dan lain sebagainya.
-- Kota sastra, tampak dari terlahirnya sastrawan-sastrawan Jogja yang luar biasa.
baik dalam berpuisi atau pun yang lainnya.
-- Kota wisata, tampak dari berbagai destinasi wisata Jogja yang tak pernah sepi
pengunjung baik lokal maupun mancanegara. Candi Prambanan, Sri Getuk, Taman
Sari, Benteng Vanderberg, Malioboro,
dll. tak ada habisnya jika disebut semua.
-- Kota gudeg, ini juga menjadi salah satu julukan Jogja yang tak kalah terkenal.
Gudeg yang merupakan makanan khas Jogja sangat melimpah ruah, dimana pun ada di
Jogja ini. Dan yang ku tahu salah satunya adalah Gudeg Yu Djum.
Jogja,
kota istimewa. Membuat betah para perantau dan enggan meninggalkan Jogja. Kalau
pun harus pergi butuh waktu lama untuk bisa move
on dari Jogja. Ini berdasarkan pengalaman seorang kakak. Hehe
Nah,
pembukaannya cukup sekian dulu. Aku akan bercerita tentang suatu hal yang baru
kutemui di Titik Nol KM dan Pagelaran Seni Budaya di Taman Budaya tentunya.
Yuuukkk, dimulai..
Awalnya,
minggu (22/02/15) enggan sekali jalan-jalan. Namun mbak Inggi nge-chatt, mengajakku melihat pagelaran seni
budaya.
Aku
yang suka pagelaran seni langsung mengiyakan. Namun karena ada tugas kuliah
yang harus selesai saat itu juga, aku baru bisa mengikuti event itu setelah ba’da
ashar, sekalian menghindari panas terik juga sih.. sore menjadi waktu yang
tepat supaya agak adem gitu. Hehe
Jadilah
kami berangkat. Aku dibonceng mbak inggi. Sementara mbak Vita di bonceng mbak
Vina. Berangkat lewat jalur Lempuyangan itu agak macet, huffftt ya mungkin karena stasiun KA ada disitu juga, hal ini
membuat jalannya selalu ramai.
Tiba
di Taman Budaya Jogja, tampak pagelaran wayang sudai usai. Sedih juga sih.
Hiks.. yah ternyata pertujukannya dimulai pukul 3 sedangkan kami tiba pukul 4,
yah wajar. Telat sih. Hehe
Karena
masih ada waktu untuk refreshing,
kami memilih untuk jalan-jalan di Titik Nol KM. Kebetulan, Maliboro khususnya
Titik Nol KM sangat dekat dari Taman
Budaya. Kan satu area.
Kami
memilih jalan kaki. Enggak nyampe
lima menit udah sampai. Wah rame sekali, pikirku. Eh baru keinget. Inikan
minggu, ya pantas saja ramai. Weekend
begini pasti banyak pelancong yang dolan-dolan
ke Jogja.
Titik
Nol KM semakin unik saja. Selalu ada hal-hal baru yang begitu menarik. Yah, aku
bisa menilai. Karena Titik Nol KM salah tempat yang sering kukunjungi walau
cuma sekedar walking atau shopping bareng mbak atau temen di Malioboro. Hehe
Dulu
ada manusia akar raksasa. Sekarang ada gembok cinta (Seperti di Paris saja
hehe), doraemon, marsya, mickey mouse, bahkan sampi pocong-pocongan dan hantu
lainnya. Huufftt kalau aku takut
lihat pocongnya. Totalitas banget mereka dalam berpenampilannya. Kaum muda yang
kreatif, pikirku. Yah, anak muda Jogja itu aktif dan kreatif sekali. Begitu
pula para sesepuh yang sudah lanjut usia, mereka tetap produktif lho.
Nah,
kalau pedagang kaki lima itu sudah hal wajar dan ada banyak sekali di Titik Nol
KM ini. Tapi aku dibuat kaget dengan kejadian kali ini. Ceritanya, waktu sedang
asyik melihat Marsya melambaikan tangan pada kami. Tiba-tiba suasana menjadi
ramai dan gaduh. Aku kaget setengah mati. Ada apa ini, pikirku.
Sebelum-sebelumnya tak pernah begini. Bapak becak dipinggir jalan didekat kami
berdiri berkata, “Seko elor, seko elor”
artinya aku enggak paham. Hehe. Dan
kemudian pedagang kaki lima bersih dalam hitungan detik. Ternyata ada rombongan
satpol PP sedang razia. Oh ini sebabnya, ckck. Jujur aku kasihan juga melihat
pedagang kaki lima tadi yang pontang panting berlari sambil bawa barang
dagangannya. Hiks…
Razia
usai. Kami berjalan lagi menikmati suasana Jogja di Titik Nol KM. Sembari asyik
ria memotret setiap keindahan senja.
Kami
beristirahat duduk di sekitar taman. Lho itu kok ada rame-rame lagi dari dalam
benteng. Oh ternyata ada kaum muda yang sedang latihan Dancer. Pakaian mereka kolaborasi hitam dan merah. Untuk si
mas-masnya rambutnya ada yang berwarna jreng.
Kuning. Ah lucu juga, jadi seperti Boy Band.
Hehe. Tapi patut di apresiasi. Jogja bukan hanya penuh dengan hal tradisional.
Tapi semua ada bahkan yang modern juga banyak.
Waktu
semakin mendekati maghrib. Kami memilih untuk mencari mushalla terdekat.
Sedangkan mbak Vita pulang untuk mengantar mbak Vina pulang dan ba’da maghrib mbak Vita balik lagi ke
Taman Budaya ditemani Nurul.
Kami
menunggu entah berapa lama, untuk menyaksikan Ketoprak dari Kota Gede,
Yogyakarta. Penontonya rame dan hebatnya dari kalangan muda tak kalah banyak yang
datang untuk menonton.
Si
MC menyambut penonton. Dan berlanjut pementasan Ketoprak. Keren sekali guys. Para pemain ketopraknya itu dari kalangan
anak-anak sampai yang sudah sepuh. Aku yang tak pernah melihat Ketoprak, maka
ini menjadi hal yang luar biasa menurutku. Lho iya, karena aku baru tau
Ketoprak ya saat di Jogja ini.
" Merenung sejenak : Terkadang
banyak kutemui generasi Indonesia masa kini yang tak bangga dengan budaya
tradisionalnya sendiri, ada yang sibuk dengan kebarat-baratan, kearab-araban
atau yang lainnya. Tak mengapa mengikuti kemajuan mereka namun jangan sampai
lupa dan malu pada budaya Nusantara sendiri. Berjalan beriringan itu akan jauh
lebih baik."
Untuk
pembuka, diawali delapan anak yang beraksi diatas panggung. Tau anak yang
gendut pakai selendang biru itu kan. Itu anak lucu banget. Narinya itu luwes
banget. Penonton kagum dan tertawa juga bertepuk tangan dibuatnya. Termasuk aku
juga, mesem-mesem tak berkesudahan.
Hehe. Mesem itu senyum kata sang MC sih
tadi sempat mengartikan.
Narasi
cerita dibacakan oleh Narrator. Duh
sedih juga. Aku enggak paham artinya
karena pakai bahasa Jawa keraton atau apa itu. Hiks.
Tapi
sedikit tau pas lihat adegan para pemainnya. Ada menyinggung tentang Kerajaan Mataram
gitu.
Oh
iya, aku tak mengikuti acara sampai selesai karena sampai larut malam. Jadi jam
Sembilan kurang lima belas menit. Kami sudah bergegas pulang.
Saat
pulang perut terasa lapar. Jadi sekalian nyari tempat makan di jalan. Karena
para penjual nasi sayur sudah banyak yang tutup maka mau tidak mau beli makanan
siap saji, instan. Huufffttt. Quick
Chicken menjadi tujuan.
Lho kok ini? :D |
Nah,
bagitulah kala senja dan gelap di Kota Jogja edisi Minggu ini. :D
Ditulis saat gelap malam menyapa Jogja,
dan dilanjut ba’da tahajjud dan shubuh.
Murattal Syaikh Sudais, gemericik air
dan kokok ayam menjadi nyanyian..
Denting jam yang selalu berdenting pun
tak pernah ketinggalan peran..
Ah, indahnya suasana sepertiga malam
dan shubuh yang damai penuh ketenangan…
Yogyakarta, 23 Februari 2015.
Komentar
Posting Komentar