Engkaulah Takdir-ku... Aktivis Literasi
Hallo, agent of change :D
Sumber : Google |
“Karena, membudayakan baca dan tulis di
Tanah Air Tercinta adalah tugas kita.
Kita sebagai Generasi Muda Ibu Petiwi
yang kan mengharumkan bangsa ini.”
Ibu Pertiwi… Padamu kami berbakti…
Sedikit
cerita, begitu banyak aktivis-aktivis yang terlahir dari gerakan-gerakan di
kampus. Ada aktivis PMII, HMI, KAMMI, HTI, IMM, LDK, dan sederet aktivis di
organisasi lainnya. Tak terkecuali aku. Aku juga turut serta dalam barisan terdepan
sebagai aktivis kampus. Dunia kampus mentakdirkanku menjadi ‘aktivis
literasi’. Aku tak mengapa jika masih ada saja yang menganggap itu gerakan yang
tidak penting. Namun rasakan hasilnya jika sudah mengenal pentingnya membaca
dan menulis. Seperti disinggung pak Muhsin Kalida (Ketua Forum Taman Bacaan
Masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta) dan mas Moh. Mursyid (Pustakawan di
Perpustakaan Emha Ainun Nadjib Yogyakarta) dalam buku Gerakan Literasi
Mencerdaskan Negeri, bahwa membaca adalah sebuah cara untuk membuka mata dan
pikiran untuk menembus batas-batas kejumudan, juga untuk mengatasi keterbatasan
dan ketertinggalan. Sementara menulis adalah cara untuk mengikat makna yang
membuat pikiran menjadi abadi dan menyejarah.
Membaca.
Hal yang tak bisa dianggap sepele. Coba kita lihat orang-orang besar dipenjuru
dunia. Apakah mereka orang yang malas membaca? Tentu saja tidak. Mereka adalah
orang-orang yang gemar membaca, sehingga membaca bukan lagi sekedar hobi, akan
tetapi sudah menjadi kebutuhan akan intelektual. Coba dilihat lagi banyak
orang-orang besar yang memiliki perpustakaan pribadi. Selain itu mereka juga
banyak menuliskan pengalaman, ide, atau pun pengetahuan lainnya kedalam buku.
Kids Reading (Sumber : Google) |
Membaca
tidak selamanya dikaitkan dengan membaca “buku”. Membaca keadaan itu juga
dinamakan kegiatan membaca. Selain itu, membaca juga bukan hanya bagi para
mahasiswa, dosen, sampai orang biasa saja. Pada dasarnya membaca itu menyangkut
semua lini masyarakat. Baik tua atau pun muda, baik berpendidikan atau pun
tidak berpendidikan, baik kaya atau pun miskin, dan masih banyak baik-baik yang
lainnya.
Dari
sisi kepemimpinan, coba kita lihat presiden kita yang sudah meluncurkan buku.
Ini adalah hal positif yang bisa kita tiru. Oke ini sudah memasuki ranah
kepemimpinan. Maragareth Fuller pernah mengatakan, “Today a Reader, Tomorrow a Leader”. Ini kalimat yang penuh makna.
Aku tak asing lagi, karena salah seorang dosenku pernah menyinggung ini. Dosen
yang begitu cerdas luar biasa dan menjadi idolaku tentunya. Jadi sebelum
menjadi pemimpin, kita harus menjadi pembaca yang baik dulu, bukan hanya
membaca buku tetapi juga bisa membaca keadaan masyarakat yang dipimpin. Buku
adalah sumber ilmu. Negara yang dipimpin tanpa adanya ilmu tentu saja akan
hancur, hancur menjadi butiran debu (kata Rumor hehe). Jadi untuk menjadi pemimpin harus berilmu, dengan membaca dan mengenyam
pendidikan tentunya.
Menulis.
Ini adalah aktifitas yang biasanya sepaket dengan “membaca”. Berdasarkan
pengamatan pribadi, orang yang suka membaca biasanya suka menulis.
Lagi-lagi
dosenku pernah menerangkan bahwa orang yang suka membaca akan berbeda dengan
orang yang tidak suka membaca, dimasa depan. Yah, aku setuju. Bahkan dari masa
sekarang saja sudah kelihatan bedanya. Cara berbicaranya, cara bergaulnya, cara
menyampaikan pendapatnya, dan cara-cara yang lain.
Writing (Sumber : Google) |
Ada
sebuah pembahasan yang sangat menarik, menurutku. Pembahasan pak Muhsin dan mas
Mursyid dalam buku Gerakan Literasi mencerdaskan Negeri, tentang kegiatan
membaca dan menulis adalah bagian dari iman. Ini juga yang pak Muhsin pesankan
padaku saat membeli buku beliau beberapa waktu lalu.
Pada
QS. Al-Alaq, terdapat perintah untuk membaca dan menulis, seperti bunyi ayat, “Bacalah!! Ini sudah jelas bahwa kita
diajarkan untuk membaca. Selanjutnya “Yang
mengajar (manusia) dengan perantara qalam (pena, tulisan)”, jelas bukan,
bahwa Islam memiliki risalah mengajak umat untuk membaca dan menulis. Ayat ini
juga menjelaskan bahwa menulis merupakan sarana proses transformasi ilmu dan
pengetahuan.
Terkait
tantang tulis menulis, aku juga teringat akan nasihat seorang dosen dengan
banyak karya yang begitu masyhur,
bapak Lasa Hs. Beliau selalu menyemangati para mahasiswa untuk gencar menulis. Menulis
selain sebagai kegiatan menuangkan ide, gagasan, dan pengetahuan dalam bentuk
buku juga merupakan amal jariyah. Beliau pernah menerangkan, manfaat yang
didapat dari menulis sangat luar biasa. Meskipun jasad sudah kembali pada yang
Kuasa, namun nama tetap harum dan selalu ada di alam dunia. Kenapa? Karena ilmu
yang kita tulis tetap selalu dimanfaatkan oleh banyak orang. Betapa maha dahsyatnya…
Tak berbayangkan bukan? Berapa banyak pahala yang kita dapat jika tulisan kita
terus dimanfaatkan oleh banyak orang.
Menulis
dari sisi dunia dan akhirat sudah sedikit di ulas. Dari sisi kesehatan juga tak
kalah ketinggalan. Bukan hanya menulis, tetapi juga membaca. Dua kegiatan ini
merupakan senam otak. Bukan hanya raga yang perlu olah raga, namun otak juga
perlu. Jika rutin dilakukan akan mencegah penyakit “lupa” yang kini sudah tak
mengenal batas usia, muda atau pun tua.
Pembaca
yang budiman.. Sesungguhnya membaca bukanlah sekedar kegiatan membaca. Jika
raga saja perlu makan untuk bertahan hidup dan jika batin saja perlu ibadah religious supaya tetap hidup, maka otak
sebagai ruang untuk berpikir juga perlu nutrisi, karbohidrat, protein, dan lain
sebagainya untuk terus bisa produktif dengan terus berpikir (membaca dan
menulis). Otak juga bisa mengalami haus dan lapar akan intelektual, maka sudah
sepatutnya kita memenuhi hak otak kita dengan asupan ilmu pengetahuan yang bisa
kita peroleh dari membaca dan menulis.
Membaca
dan menulis. Dua hal yang tak asing lagi bagi kami para “aktivis lietarasi”. Aktivis
literasi yang tak lelah menyuarakan “membaca dan menulis” bukan dengan
demonstrasi tentunya. Tetapi dengan berbagai kegiatan yang menyentuh seluruh
masyarakat, itu sudah merupakan upaya baik yang kami lakukan.
Menjadi
“aktivis literasi” itu rasanya nano-nano hehe. Yah, banyak sukanya sih dibanding
dengan dukanya. Tanya kenapa? Karena semua dilakukan dengan ‘cinta’. Cinta-ku pada
ibu pertiwi dan cinta-ku pada anak bangsa supaya bisa menjadi generasi yang
membanggakan dan mengharumkan nama bangsa serta menjadikan bangsa lebih maju
lagi.
Ini
hanya lah secuil curahan hati salah seorang “aktivis literasi”. Semoga bisa
membangun dan mengubah mindset kita
tentang membaca dan menulis yang sesungguhnya.
Pesan
moral dari buku ‘Gerakan Literasi Mencerdaskan Negeri’ :
“Menjadi harga mati bahwa mahasiswa
sebagai generasi muda dituntut untuk melanjutkan tongkat estafet perjuangan
intelektual para pendahulunya. Hal ini bisa diwujudkan dengan cara menjadi
mahasiswa “BBM” (berorganisasi, baca, dan menulis)”.
“Budaya baca dan menulis harus
ditanamkan sejak dini. Pada dasarnya, anak ibarat tanaman, hanya akan tumbuh
subur bila mendapatkan asupan gizi berupa pupuk yang layak dan sesuai.”
“Seorang pemimpin harus terlebih dahulu
menjadi seorang pembaca yang baik, tidak hanya bisa membaca buku, tetapi juga
membaca keadaan dan kondisi masyarakat yang akan dipimpinnya.”
“Melek aksara bukan hanya sebatas
membaca, menulis, dan berhitung, tapi juga mampu memanfaatkannya sebagai alat
berkomunikasi, menyampaikan ide dan gagasan kepada orang lain untuk
meningkatkan kualitas hidup seseorang.”
24 Maret 2015, Yogyakarta.
super sekali tulisannya
BalasHapusTerimakasih Faiz :D
Hapus