A cup of tea talking about Copyright
Copyright
Picture by Mr. Google |
The
Philosophy of Copyright
Copyright adalah
bahasa Inggris dari ‘hak cipta’. Menyebut dengan copyright atau pun hak cipta tentu semua pembaca sudah paham.
Karena tema ini memang begitu dekat dengan kita, terutama bagi kaum pembelajar
atau pengajar yang sehari-hari harus berhadapan dengan buku. Contoh kecilnya
dikalangan mahasiswa. Mahasiswa membuat makalah, skripsi, tesis, disertasi dan
karya ilmiah lainnya. Jangan kan untuk karya ilmiah, untuk yang non-ilmiah saja
tidak boleh melanggar kebijakan Undang-Undang
tentang copyright. Selain tidak
melanggar Undang-Undang, pada dasarnya
ada hal lain yang lebih penting, yakni ‘nurani’. Ya nurani yang bersemayam
didalam seonggok daging, ‘hati’. Yang dikatakan Nabi, jika rusak yang seonggok
itu maka rusaklah yang lainnya juga. Lho kok jadi kesini ya? Hehehe intermezzo..
Jangan serius-serius bacanya. Just relax
and enjoy it. Nah, kalau begitu kita minum dulu tehnya, bukankah tadi
sambil minum teh ngobrolnya. (Kapan mulai mengobrol sambil minum teh ya? *tanya
hehe)
Menurut pasal 1 angka 1 UUHC
2002 (UU No. 19 Tahun 2002), Hak cipta adalah hak ekslusif bagi Pencipta maupun
penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan
izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Sedangkan menurut Pasal 2 UU
No. 19 Tahun 2002, hak cipta merupakan hak ekslusif bagi Pencipta atau
Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya, yang timbul
secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan
menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Perlu diketahui, sejak menjadi
bangsa yang merdeka hingga tahun 2010, Indonesia tercatat memiliki 4 buah UU
dibidang hak cipta, yakni UU No. 6 Tahun 1982, UU No. 7 Tahun 1987, UU No. 12
Tahun 1997, dan UU No. 19 Tahun 2002.
Berbicara hak cipta tentu erat kaitannya dengan Pencipta
dan Ciptaan. Nah, supaya lebih jelas antara Pencipta dan Ciptaan perlu diurai
sedikit, berdasarkan UU No. 19/2002 Pasal 1 Angka 2 dan 3 adalah:
Pencipta adalah seorang atau beberapa orang secara
bersama-sama yang atas inspirasinya melahirkan suatu Ciptaan berdasarkan
kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang
dituangkan ke dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi (Angka 2).
Ciptaan adalah hasil setiap Ciptaan Pencipta yang
menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni, atau sastra
(Angka 3).
Jadi memang, meski Pencipta tidak memberikan keterangan “All
Rights reserved” yakni hak cipta dilindungi undang-undang, secara otomatis
label itu sudah ada dengan sendirinya. Hal ini berdasarkan pengertian hak cipta
dalam Pasal 2 UU No. 19 Tahun 2002.
Selain itu yang perlu diperhatikan adalah, bahwa hak cipta bukan hanya
berasaskan atas dasar hukum saja namun juga tentang moral. Moral yang harus
diperhatikan saat hendak melanggar hak cipta. Namun, dalam wacana selanjutnya
akan dijelaskan adakalanya hak cipta itu tidak diberlakukan dengan beberapa
alasan. Apakah boleh? Yuk baca terus.
Books
and Copyright
Berbicara
tentang buku. Bagiku buku bukan lagi sekedar lembaran kertas yang tersusun rapi
berisi; ilmu pengetahuan, wacana, hiburan, atau yang lainnya. Bagiku buku
adalah asupan gizi yang memenuhi kebutuhan kerja otak. Jika dalam ke-religius-an,
shalat adalah ruh yang menghidupkan jiwa.. shalat adalah asupan makanan yang membuat tetap bisa hidup.
Maka buku tak berbeda seperti itu pula. Bukan karena fisiknya, tetapi lebih
karena yang ada didalam buku itu sendiri.
Pada
dasarnya, bukan hanya perut saja yang merasa lapar dan harus selalu diisi.
Tetapi otak juga lapar intelektual dan haus bacaan. Sehingga untuk menjaganya
supaya tetap produktif adalah mengisinya dengan ilmu, salah satunya melalui
buku.
Buku,
tidak datang begitu saja. Jika banyak yang mengatakan ‘dibalik suami yang
sukses ada istri yang hebat’ maka ‘dibalik karya (baca; buku) ada penulis yang
hebat.” Nah, penulis disini punya hak atas karyanya supaya dilindungi dari
segala macam copyright yang bisa
merugikannya.
Coba
sekarang ambil satu buku, buka lembar cover dan perhatikan. Disana ada sebuah
kalimat dalam bahasa Inggris yang menegaskan tentang perlindungan hak cipta , “All rights reserved” ini berarti hak
cipta dilindungi oleh
undang-undang. Yah, meskipun tidak tercantum tapi tetap saja setiap karya yang
tercipta secara otomatis terlindungi.
Dengan demikian, maka sudah barang tentu undang-undang
yang berlaku tentang hak cipta tidak boleh dilanggar.
Copyright
in library
Berbicara perpustakaan tentu saja yang terbayang adalah
ribuan buku di rak. Meski pada dasarnya koleksi di perpustakaan itu bukan buku
saja. Namun kali ini pembahasannya adalah copyright di perpustakaan. Ada
sebagian perpustakaan yang menyediakan fasilitas foto kopi di dalam
perpustakaan. Tentu saja ini rawan sekali untuk melakukan pelanggaran. Namun
pada dasarnya untuk para pemustaka itu sendiri hanya menfoto kopi dengan jumlah
halaman yang sedikit sebatas untuk kebutuhan. Disamping itu, pihak perpustakaan
akan menggandakan buku untuk koleksi perpustakaan. Wah berarti melakukan
pelanggaran ya? Eitss tentu saja tidak. Sebelum pertanyaan itu terjawab,
ada beberapa masalah yang melatarbelakangi hukum foto kopi atau penggandaan
yang terjadi di perpustakaan.
Buku sudah langka, buku sudah rusak dan tidak ada lagi
eksemplarnya, atau buku terlalu mahal.
Yang pertama, jika buku sudah langka maka buku boleh
digandakan dengan dasar untuk menjaga keberadaannya bukan untuk diperjual-belikan.
Yang kedua, jika buku sudah rusak tentu dipreservasi
dulu. Preservasi adalah perbaikan pada buku. Kemudian ya boleh
digandakan untuk menjaga keberadaan buku seperti penjelasan pada poin yang
pertama.
Yang ketiga, nah semestinya ini bukan menjadi alasan.
Karena semahal-mahalnya buku toh lebih mahal gadget seperti ponsel, iphone,
dkk yang biasanya selalu digenggam. Iya kan? Jadi tak apalah jika money dialokasikan
untuk buku. Buku sebagai sumber ilmu pengetahuan dan sebaik-baik teman.
Jadi memang, adakalanya hak cipta tidak diberlakukan,
contohnya seperti di perpustakaan. Dimana penggandaan karya diperbolehkan
dengan tujuan menyebarkan informasi tanpa merubah isi dan tidak
diperjual-belikan. Ini demi pendidikan. Maka UU Hak Cipta memberikan
kelonggaran untuk memperbanyak karya secara wajar yang dilakukan oleh
perpustakaan.
Pasal 15 (e) UU No. 19 Tahun 2002 menyebutkan :
“Dengan syarat bahwa sumbernya harus disebutkan atau
dicantumkan, tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta:
e. Perbanyakan suatu Ciptaan selain Program Komputer,
secara terbatas dengan cara atau alat apa pun atau proses yang serupa oleh
perpustakaan umum, lembaga ilmu pengetahuan atau pendidikan, dan pusat
dokumentasi yang nonkomersial semata-mata untuk keperluan aktivitasnya.”
Bahan Bacaan :
Jened, Rahmi. 2010. Hak kekayaan intelektual:
penyalahgunaan hak eksklusif. Surabaya: Airlangga University Press.
Usman, Rachmadi. 2003. Hukum hak atas kekayaan
intelektual: perlindungan dan dimensi hukumnya di Indonesia. Bandung:
Alumni.
Utomo, Tomi Suryo. 2010. Hak kekayaan intelektual
(HKI) di era global: sebuah kajian kontemporer. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Zain, Labibah. 2011. The key word: perpustakaan
di mata masyarakat. Yogyakarta: Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga,
Perpustakaan Kota Yogyakarta, dan Blogfam.com.
***
Ya, ini sedikit berbagi tentang copyright. :)
“Semoga kita menjadi penulis
yang bijak; pengutip yang
cerdas; pembaca yang aktif; pembuat karya ilmiah yang bernurani.”
--Salam Hangat. See You :)
#IDKS
15 Juni 2015, Yogyakarta.
Komentar
Posting Komentar